Sungguh, kalimat “asyhadu allaa ilaaha illalloh” tidaklah asing bagi kita. Tinggal di negeri kaum muslimin seperti ini, setidaknya kita biasa mendengarkan lantunan muadzin yang menyerukan kalimat tersebut minimal lima kali sehari semalam. Inilah persaksian seorang hamba yang lemah atas ke-Esa-an Alloh yang Maha Perkasa dalam hak-hak seluruh macam maupun bentuk peribadahan yang tiada sekutu bagi-Nya. Continue reading →
Manusia dalam perjalanannya sebagai hamba Alloh harus memiliki dua kekuatan, yaitu kekuatan ilmu dan kekuatan amal. Seperti orang yang sedang berjalan dengan kendaraannya pada kegelapan malam, maka ilmu sebagai lentera dan rambu yang akan menerangi jalan menuju tujuannya. Semakin dalam ilmunya semakin terang pula jalan yang akan ia lalui. Sebaliknya, semakin jauh ia dari ilmu semakin gelap juga jalan kebenaran baginya. Sedangkan amal adalah motor yang menggerakkannya ke depan.
Semulia-mulia ilmu adalah ilmu mengenal Alloh yaitu ilmu tentang tauhid kepada Alloh, karena mulia atau tidaknya suatu ilmu sesuai dengan sesuatu yang hendak diketahui. Jika hal yang berkaitan dengan mencuri maka kehinaan ilmu itu sesuai pula dengan pekerjaan itu, begitu juga dengan ilmu dunia maka kemuliaannya sesuai pula dengan kedudukan dunia itu sendiri. Continue reading →
Ikrar keridhoan seorang muslim kepada Alloh subhanahu wata’ala sebagai Robbnya, kemudian kepada Muhammadshallallahu ‘alaihi wasallam sebagai nabinya, dan Islam sebagai agamanya merupakan aqidah yang mendasar yang harus mewarnai dan memenuhi setiap relung kalbu seorang muslim. Di samping itu ia harus terealisasikan dalam kehidupannya berupa amalan maupun ucapan yang harus juga diridhoi. Sehingga seharusnyalah setiap muslim itu di samping mengenal Alloh subhanahu wata’ala Robbnya, dan mengenal Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai rosulnya, ia hendaknya mengenal Islam sebagai agamanya. Continue reading →
Di antara yang selalu ditalqinkan kepada kita oleh ulama-ulama Ahlus Sunnah di halaqoh kajian atau dalam banyak pertemuan adalah mencintai sahabat-sahabat Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sepenuh hati kita. Sahabat radhiyallahu anhum adalah orang-orang yang melihat Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam, beriman kepada beliau, dan wafat di atas iman. Dan mereka berasal dari kalangan Muhajirin dan Anshor. Muhajirin yang jujur dan Anshor yang berbahagia. Alloh menyebut dan memuji mereka dalam dua ayat berurutan dalam surat al-Hasyr: Continue reading →
Allah Ta’ala berfirman: إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لاَ نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih”. (Qs. Al-Insaan: 9).
Dia juga berfirman: وَمَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ ۖ إِنْ أَجْرِيَ إِلاَّ عَلَىٰ رَبِّ الْعَالَمِينَ “Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Rabb semesta alam”. (QS. Asy-Syu’araa: 180).
Allah Ta’ala juga berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)” (QS. Al Baqarah: 264).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الإِيمَانَ “Barang siapa yang mencintai karena Allah.
Membenci karena Allah.
Memberi karena Allah.
Dan tidak memberi juga karena Allah.
Maka sungguh dia telah menyempurnakan imannya.”
(HR. Abu Dawud, disahihkan al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abu Dawud 10/181 no. 4681, Maktabah Elektronik Asy-Syamilah).
Namun demikian orang yang diperlakukan dengan baik atau diberi sudah sepantasnya bersyukur, mengucapkan terima kasih dan mendoakan dengan kebaikan.
Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa diperlakukan baik lalu ia mengatakan kepada pelakunya, جَزَاكَ اللهُ خَيْرًا “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan,” ia telah tinggi dalam memujinya.” (Shahih Sunan At-Tirmidzi).